Sebuah rumah yang bernama “kesendirian”
Buku catatan diatas meja kamarku belum penuh dengan
wajahmu, lukisan senyumanmu, cerita-ceritamu, atau susunan puisi yang
menggambarkan semua tentangmu. Tapi kau sudah menghapus jejak-jejak di
sepanjang rumah itu.
Datang, menyebar bibit-bibit harapan, menjanjikan
sebuah kebahagiaan, namun setelahnya kau musnahkan semua dalam satu malam.
Semudah itu kah kau memainkan perasaan?
Kini porak poranda semuanya. Keikhlasan, penyesalan,
dan dendam melebur menjadi satu, jadilah sebuah rumah kesendirian yang
senantiasa kugunakan untuk merengek dan mengharapkan hening malam mengutukmu.
Tak ada lagi senja, tak ada lagi purnama, juga tak ada lagi doa-doa yang
membawa namamu menuju langit ke tujuh. Yang tersisa hanyalah rintihan
sumpah-serapah yang ku syairkan dari rumah kesendirian.
(2022) 26/06
Jogjakarta
0 Komentar