Berdamai dengan “Patah dan
Runtuh”
Jika kamu mengira ini adalah
tulisan tentang tips dan trik agar bisa berdamai dengan perasaan Patah dan
Runtuh, mungkin kamu salah mengunjungi tulisanku. Kamu telah tersesat, tapi
tenang, walaupun tidak akan ada tips dan trik cara berdamai dengan patah dan
runtuh, kamu tidak akan rugi jika kamu terus membaca tulisanku ini.
Sebelumnya, selamat kamu telah
tersesat di jalan yang benar. Sebab dari tulisanku ini akan sedikit ku
sampaikan perihal Bukuku ke-2 yang berjudul “Patah dan Runtuh”
Aku sadar betul, sebagian dari
kalian pasti memiliki sejumlah pertanyaan atau rasa penasaran tentang bukuku.
Baik pertanyaan dasar tentang “Itu Apa sih?” “Buku apa sih?” “Biwara nulis buku
atau gimana maksudnya?” atau bagi kalian yang sudah paham namun tetap saja
memiliki pertanyaan-pertanyaan tentang bukuku, misalnya “Sejauh mana
perkembangan tulisan Biwara?” “Tulisan model apa yang Biwara tulis kali ini?”
dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang mengendap dalam rasa penasaran kalian
semua.
Untuk menjawab rasa penasaran
itu, maka yang paling aku sarankan adalah dengan tentu saja membeli bukunya dan
membaca sendiri, jadi nanti bisa tau dan menyimpulkan sendiri.
Tapi tenang, tulisanku bukan
hanya sekedar untuk mengajak kalian agar membeli bukuku. (Yah walaupun sih
kalian wajib banget punya bukuku, atau minimal baca bukuku, atau kalo ngga
bantu promosiin bukuku, iya ngga sih? Ya kan? Wkwk)
Baik, sekarang seduh kopi atau
tehmu, siapkan playlist terbaikmu, lalu ambil posisi paling nyaman untuk
membaca.
Sudah? Oke, kemarilah akan aku
perkenalkan kamu dengan semestaku.
~
Mari kita mulai dengan membahas
cover book terlebih dahulu. Cover book dari buku “Patah dan Runtuh” tentunya
dibuat berkaitan tentang apa yang menjadi isi dari bukunya.
Pertama, aku
memilih judul “Patah dan Runtuh” karena isi buku ini adalah tentang perjalanan
menemui patah. Namun jika beberapa orang kembali menemui bahagia setelah fase patahnya,
maka dalam buku ini, perasaanmu akan diruntuhkan. Jadi semacam kondisi kamu
sedang hectic menyembuhkan diri mencari obat, tapi bukan obat yang kamu
temukan, namun penderitaan yang terulang hingga membuatmu ada pada kondisi
sekarat.
Sebenarnya rencana awal di cover
ditulis “Patah, Tumbuh, dan Runtuh” pada bagian kata Tumbuh di coret,
menandakan bahwa sehabis patah yang harusnya tumbuh justru berubah menjadi
rutuh. Namun dengan beberapa pertimbangan, aku putuskan untuk menghapus bagian kata
tumubuh.
Kedua dari
bagian warna buku. Berbeda dari buku sebelumnya (Semesta Beraksara) yang
cenderung memiliki warna gelap sebagai gambaran yang memaknai sebuah kesedihan,
maka warna yang dipilih untuk buku kali ini adalah “Soft Pink” yang terlihat
lebih cerah. Pemilihan warna soft pink juga bertujuan melambangkan bahwa
pembahasan perihal asmara tak mudah luntur dan akan selalu menarik dibahas di
mana saja.
Ketiga,
ilustrasi cover buku. Poin Ilustrasi yang tergambar adalah yang pertama ilustrasi
sesosok wanita yang tertunduk, siluet angkasa, siluet wanita yang terjatuh, dan
kayu-kayu yang menjadi penyangga karakter wanita dalam ilustrasi.
Gambar wanita yang tertunduk
menandakan bahwa buku ini menggambarkan perasaan kesedihan yang cukup mendalam.
Sementara siluet wanita yang terjatuh adalah menggambarkan bagaimana
perasaannya di jatuhkan berulang-ulang.
Siluet angkasa menggambarkan
bahwa perasaanya layaknya sebuah angkasa begitu luas namun misterius. Perasaanya
jatuh di angkasa yang tidak mempunyai dasar, terombang-ambing, terbang
kehilangan gairah hidup tak lagi mampu mencari semesta yang baru sebagai tempat
pulang.
Kayu-kayu yang menyangga sosok
wanita menggambarkan bahwa sebenarnya perasannya bisa tumbuh, namun karena
keadaan yang memaksa menjadi runtuh membuat perasaanya tak kuat untuk tumbuh. Bahkan
terlihat kayu-kayu yang menyangga hanyalah kayu-kayu kecil yang tidak terlihat
kokoh.
Selanjutnya, akan aku sedikit
beri gambaran untuk isi bukunya.
Buku ini memiliki 80 judul puisi dengan
10 puisi singkat atau juga bisa di katakana kutipan sebagai jeda. Sebagai pembuka
aku tuliskan kata pengantar “Terima kasih, Kasih” sebagai ucapan syukur dan
ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam hidupku khususnya
dalam buku ini, termasuk terima kasih kepada dia yang pernah singgah dan pergi
meninggalkan luka.
Setelah tulisan kata pengantar,
aku tuliskan juga sedikit pesan yang aku rangkum dalam halaman bertajuk “Memulai
Kisah” tulisan ini berisi tentang tulisan pengenalan kepada isi buku.
Untuk puisi pembuka aku tulis
puisi tentang Ibu. Sengaja aku jadikan puisi pembuka sebagai tanda cinta dan
dedikasi pada ibu yang tak pernah berhenti memberikan support kepadaku di dunia
sastra.
Dan, buku ini memiliki 100+ kata
luka, derita, lara, (dan sinonimnya). Sementara untuk kata kopi dan senja ada
134 kata. Ada 470 kata Aku. Dan keseluruhan dari buku ini memiliki 12.000+ kata
dan 70.000+ huruf. Dengan sekian banyak kata, buku ini dikemas dalam 120+
halaman.
Buku ini kebanyakan di tulis di
Banjarnegara dan Yogyakarta karena memang di kedua kota inilah aku aktif
bersastra.
Pada intinya, buku “Patah dan
Runtuh” adalah sebuah buku yang lahir dari keresahan-keresahan penulis (saya),
terutama dalam hal yang memiliki keterkaitan dengan perasaan.
(Penasaran dengan bukunya? Sabar
sebentar lagi siap diedarkan kok, tunggu aja kabarku, oh iya aku ucapkan “selamat
bertambah resah” yaa..)
Patah hati masih menjadi
kemewahan, Rangkul Hangat.
~Biwara Nala Seta
*merchandise
1 Komentar