Rumah yang paling ramah
Seringkali sepi dan kekhawatiran datang menghampiriku,
membawaku pada lamunan di batas kehampaan. Namun saat diri ini mulai kehilangan arah, luas saujanaku
selalu berhasil menangkap nada-nada beserta beberapa aksara yang dikemas sempurna
menjadi sebuah doa.
Tak henti-hentinya doa-doa itu selalu engkau panjatkan, memecah di
lagit-lagit kebahagian, mencipratkan jutaan warna harapan berupa kebaikan.
Setelah doa-doa itu berhasil engkau langitkan, di mataku tak pernah ada lagi
malam yang menampilkan kegelapan.
Namun, andaikan suatu saat nanti malam tiba-tiba hanya jatuh cinta kepada hujan dan kegelapan, bagiku tak masalah, sebab hadirmu sudah lebih dari cukup untuk menjadi
purnama yang paling terang nan indah
yang pernah ada di langit semestaku.
Engkau wahai rumah yang paling ramah, sejak kecil ada puluhan ribu kosa
kata yang engkau ajarakan padaku, namun saat ini isi kepalaku hanya ada kalimat
terima kasih atas kasih yang selalu aku terima sejak dulu. Terima kasih juga
atas dekap pelukmu yang selalu hilangkan pelik. Terima kasih atas segalanya.
Semoga Tuhan selalu mendengar doamu, memerintahkan semesta untuk selalu
menjagamu, serta mengirimkan kebahagiaan di sekitarmu.
Terima kasih wahai wanita paling sempurna dalam hidupku. Terima kasih,
Ibu.
~Biwara Nala Seta *(Anakmu yang masih sering minta uang jajan)
Yogyakarta
(2022) 22/12
2 Komentar