Jejak
Kecil di Tanah Budaya: Merajut Tradisi
dalam
Tawa Anak Desa
By: Biwara Nala Seta
Kegiatan
pengabdian masyarakat di Desa Dolanan Anak merupakan pengalaman yang membekas
dalam hidupku.
Dalam program ini, aku
tidak hanya berkontribusi untuk menjadi fotografer dalam menjalankan program
ini, tetapi juga berkesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat yang
menginspirasi dengan
dedikasi dan semangat mereka. Selama kegiatan, aku juga berkesempatan untuk berinteraksi
dengan para orang tua dan tokoh masyarakat setempat. Mereka menceritakan
bagaimana permainan tradisional menjadi bagian penting dari identitas budaya
mereka. Namun mereka menyayangkan mulai hilangnya permainan tradisional. Anak-anak banyak
yang lebih memilih bermain HP ketimbang bermain permainan tradisional. Ketika
kami menawarkan untuk mengembangkan permainan tradisional di desa Wirokerten,
kami disambut baik oleh para tokoh desa. Mereka senang karena pada
akhirnya ada sekumpulan anak muda yang peduli dengan permainan tradisional.
Singkat
cerita setelah kami diterima, kami kemudian bertemu dengan para pemuda yang ada
di desa tersebut. Para pemuda itu merupakan pemuda penggiat wisata atau mereka sering menyebut diri mereka sebagai
Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), mereka peduli
terhadap budaya-budaya yang harus dilestarikan. Mereka juga memiliki keinginan
untuk mengembangkan permainan tradisional di desa Wirokerten, namun mereka
masih bingung memulainya dengan cara seperti apa. Mereka juga merasa khawatir
terhadap anak-anak yang terlalu kecanduan bermain game online pada layar
HP. Mereka, para anak-anak di desa Wirokerten, sebagian besar tidak pernah
benar-benar mengenal permainan tradisional ini. Nama-nama seperti gobak sodor,
engklek, dan bentengan hanya terdengar samar dari cerita-cerita orang tua.
Seiring berjalannya waktu, semakin sedikit anak-anak yang bermain di luar
rumah, anak-anak memilih
terpaku pada layar gadget mereka. Dunia anak-anak yang penuh warna kini berubah
menjadi dunia virtual yang cenderung monoton.
Sebenarnya,
ajakan kami untuk melestarikan permainan tradisional terdengar meragukan dan
tak menarik. Bagaimana mungkin permainan yang terkesan kuno itu bisa bersaing
dengan game canggih di ponsel mereka? Tetapi, bagi beberapa orang program ini
bisa dicoba di jalankan di desa Wirokerten. Mungkin juga karena ada sesuatu
yang lebih dari sekadar bermain, seperti
adanya
nilai yang lebih dalam dari sekadar hiburan.
Kemudian
disepakati kami dan para pemuda desa menjalankan program ini dan menaruh harapan melalui
permainan ini, anak-anak di desa Wirokerten
bisa belajar banyak tentang budaya dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
nenek moyang. Kami menyadari betapa pentingnya menjaga warisan ini agar tidak
hilang ditelan zaman. Permainan tradisional mengajarkan kami tentang kearifan
lokal, bagaimana setiap gerak dan langkah dalam permainan itu memiliki makna
yang dalam. Misalnya, dalam permainan gobak sodor, ada unsur strategi dan
ketangkasan yang mencerminkan cara berpikir nenek moyang kami dalam menghadapi
tantangan hidup.
Antusiasme
kami semakin bertambah ketika melihat respon anak-anak desa. Mereka yang
awalnya acuh tak acuh, lambat laun tertarik untuk ikut bermain. Kami mulai
menyelenggarakan lomba-lomba kecil dan mengajak anak-anak lain untuk bergabung.
Ternyata, permainan tradisional ini tidak hanya menghibur, tetapi juga melatih
fisik, mengasah kecerdasan, dan yang paling penting, mempererat hubungan
sosial.
Sekarang,
ketika melihat kembali perjalanan kami, aku
merasa bangga telah menjadi bagian dari upaya melestarikan warisan budaya ini.
Kami, yang dulu hidup dalam bayang-bayang teknologi modern, kini menemukan
makna baru dalam kehidupan. Kami belajar bahwa tidak semua yang kuno harus
ditinggalkan, dan bahwa ada nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu, tersembunyi
dalam kesederhanaan permainan tradisional ini.
Melestarikan
permainan tradisional bukan sekadar menjaga warisan budaya, tetapi juga sebuah
upaya untuk menyambung tali silaturahmi antar generasi. Kami merasa memiliki
tanggung jawab untuk meneruskan nilai-nilai ini kepada generasi berikutnya. Di
desa Wirokerten, para pemuda bertekad untuk menjaga warisan ini tetap hidup,
sehingga anak cucu kami kelak juga bisa merasakan hangatnya kebersamaan dan
nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional.
Rehat sejenak, Ada capeknya juga
Program
pengabdian untuk melestarikan dolanan anak telah menjadi perjalanan penuh emosi
yang menggugah sekaligus menguras energi. Sejak awal, aku dan teman-teman
mengemban tugas ini dengan semangat membara. Kami percaya bahwa memperkenalkan
kembali permainan tradisional kepada anak-anak di desa adalah langkah penting
untuk menjaga warisan budaya kita. Namun, perjalanan ini ternyata tidak selalu
berjalan sesuai harapan. Kesedihan dan perjuangan menjadi bagian yang tak
terelakkan dari pengalaman ini.
Kesedihan
pertama yang aku
rasakan muncul ketika melihat betapa sedikitnya anak-anak yang tertarik pada
dolanan anak. Banyak dari mereka yang lebih memilih menghabiskan waktu di depan
layar gadget daripada bermain di luar rumah. Permainan seperti gobak sodor,
congklak, dan bentengan terasa asing bagi mereka, seolah-olah tidak ada daya
tarik dibandingkan dengan game digital. Di saat-saat seperti ini, aku merasakan perihnya
perbedaan generasi yang semakin lebar, dan aku
mulai meragukan apakah usaha kami akan membawa hasil yang berarti.
Lebih
menyedihkan lagi, adalah ketika melihat respons orang tua yang kurang
mendukung. Bagi sebagian besar orang tua, dolanan anak dianggap kuno dan tidak
lagi relevan dengan perkembangan zaman. Mereka lebih fokus pada pendidikan
formal dan aktivitas yang dianggap lebih modern, sementara permainan
tradisional dianggap hanya sebagai hiburan yang membuang-buang waktu.
Namun,
di tengah kesedihan tersebut, ada juga perjuangan yang terus memotivasi kami
untuk melangkah maju. Kami tidak bisa menyerah begitu saja. Setiap kali menemui
penolakan, kami mencoba untuk mencari cara baru agar dolanan anak bisa diterima
kembali oleh masyarakat.
Perjuangan
terbesar datang dari dalam diri kami sendiri. Setiap kali merasa putus asa, aku berusaha mengingat
kembali tujuan awal dari program ini. Melestarikan dolanan anak bukan hanya
soal menjaga permainan agar tidak punah, tetapi juga soal mempertahankan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dolanan anak mengajarkan kebersamaan,
kerja sama, dan kebahagiaan yang sederhana, nilai-nilai yang sangat berharga di
tengah kehidupan modern yang serba cepat dan individualistik. Dengan mengingat
hal ini, aku
mencoba untuk tetap bertahan, meskipun tantangan yang kami hadapi seringkali
terasa sangat berat.
Pada
akhirnya, aku
menyadari bahwa kesedihan dan perjuangan ini adalah bagian dari proses yang
harus dilalui. Melestarikan dolanan anak bukanlah tugas yang mudah, tetapi
setiap langkah yang kami ambil, betapa pun kecilnya, adalah upaya untuk
menjaga warisan budaya kita tetap hidup. Meski hasilnya mungkin tidak selalu
terlihat, aku
percaya bahwa usaha kami tidak akan sia-sia. Setiap tawa anak yang kembali
bermain di luar rumah, setiap momen kebersamaan yang tercipta, adalah bukti
bahwa dolanan anak masih memiliki tempat di hati kita.
Perjalanan
ini telah mengajarkanku banyak
hal tentang arti perjuangan dan kesabaran. Di balik setiap kesedihan, ada
kekuatan yang mendorong kita untuk terus berjuang. Meskipun tantangan yang kami
hadapi besar, aku
merasa bangga telah menjadi bagian dari program ini. Aku berharap bahwa apa
yang kami lakukan akan memberikan dampak positif bagi pelestarian dolanan anak
di masa depan meskipun hanya berdampak kecil.
Bahagia akan
selalu terasa, jika sedih masih ada.
Berkumpul
bersama dalam program pengabdian untuk melestarikan dolanan anak adalah
pengalaman yang penuh dengan kegembiraan dan kebersamaan. Sejak awal, program
ini bukan hanya tentang melestarikan permainan tradisional, tetapi juga tentang
membangun ikatan yang kuat di antara kami, para pemuda desa, serta dengan
anak-anak dan masyarakat desa Wirokerten yang kami kunjungi. Dalam setiap momen
kebersamaan itu, aku
menemukan banyak hal yang memperkaya hati dan jiwa.
Kebersamaan
yang paling aku
rasakan adalah saat kami berkolaborasi dalam menyusun rencana kegiatan. Setiap
akhir pekan, kami berkumpul untuk berdiskusi, berbagi ide, dan mencari cara
terbaik untuk memperkenalkan kembali dolanan anak kepada generasi muda.
Diskusi-diskusi ini sering
kali diwarnai dengan canda tawa, meski kami juga harus
menghadapi tantangan yang tidak mudah. Namun, di balik setiap tawa, ada
semangat yang terus membara di antara kami. Kami merasa menjadi bagian dari
sesuatu yang lebih besar, yang menghubungkan kami dengan warisan budaya yang
begitu berharga.
Salah
satu momen yang paling membahagiakan adalah ketika kami mulai melibatkan
anak-anak dalam permainan tradisional. Pada awalnya, kami khawatir mereka tidak
akan tertarik. Namun, ketika anak-anak mulai tertawa dan berlari-larian saat
bermain gobak sodor, egrang,
atau bentengan, aku
merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Mereka, yang biasanya terpaku pada layar
gadget, kini bersemangat bermain bersama di lapangan terbuka. Melihat senyum
dan tawa mereka, aku
merasa bahwa usaha kami tidak sia-sia. Kegembiraan mereka menjadi bukti nyata
bahwa dolanan anak masih bisa memberikan kebahagiaan yang sederhana namun
mendalam.
Kebahagiaan
ini juga tercermin dalam hubungan yang terjalin antara kami dengan masyarakat
desa Wirokerten. Ketika kami pertama kali tiba, ada rasa canggung dan
kebingungan. Namun, seiring berjalannya waktu, kami mulai merasa seperti bagian
dari masyarakat desa Wirokerten. Beberapa
orang tua yang awalnya skeptis, kini mendukung kami dengan
sepenuh hati. Mereka ikut bermain, mengajarkan anak-anak mereka, dan bahkan
berbagi cerita tentang masa kecil mereka yang penuh dengan permainan
tradisional. Momen-momen seperti ini membuat aku menyadari betapa pentingnya
kebersamaan dalam melestarikan budaya. Ini bukan hanya tentang permainan,
tetapi juga tentang bagaimana kita bisa saling mendukung dan belajar satu sama
lain.
Selama
program ini, aku
juga merasakan kebersamaan yang erat di antara teman-teman PPKO HMPS PGSD. Kami
berasal dari latar belakang yang berbeda, tetapi program ini menyatukan kami
dalam satu tujuan. Setelah seharian penuh melakukan kegiatan, kami berkumpul,
saling berbagi cerita, dan menguatkan satu sama lain. Kebersamaan ini tidak
hanya mempererat persahabatan kami, tetapi juga menumbuhkan rasa saling
menghargai dan memahami perbedaan. Kami belajar untuk bekerja sama, saling
mendukung, dan merayakan setiap pencapaian, sekecil apa pun itu.
Kegembiraan
terbesar dari program ini adalah kesadaran bahwa kami tidak hanya melestarikan
dolanan anak, tetapi juga membangun ikatan yang kuat dengan sesama. Program ini
telah mengajarkanku bahwa
kebahagiaan sejati sering
kali ditemukan dalam kebersamaan. Ketika kita bekerja
bersama, berbagi beban, dan merayakan kemenangan bersama, kita menciptakan
kenangan yang akan selalu melekat di hati. Kebersamaan ini memberikan makna
yang lebih dalam pada apa yang kami lakukan, dan aku merasa bersyukur telah menjadi bagian
dari pengalaman yang luar biasa ini.
Tentang mimpi
yang bersemayam 5 cm di depan kepala.
Abdidaya
adalah sebuah penghargaan yang sangat kami impikan. Bagi kami, penghargaan ini
bukan hanya sekadar prestasi, tetapi juga simbol bahwa upaya kami dalam
melestarikan dolanan anak diakui dan dihargai. Tentu saja, harapan untuk bisa
mencapai penghargaan ini tidak hanya berakar dari keinginan untuk meraih
prestasi, tetapi juga dari keinginan untuk memberikan dampak yang lebih luas
dan lebih dalam
bagi masyarakat. Kami percaya bahwa dengan pengakuan dari Abdidaya, pesan
tentang pentingnya melestarikan budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam
dolanan anak akan lebih terdengar dan diterima oleh banyak orang.
Harapan
ini mendorong kami untuk terus berinovasi dan berusaha semaksimal mungkin dalam
setiap kegiatan. Kami tidak hanya memperkenalkan dolanan anak sebagai sekadar
permainan, tetapi juga sebagai alat untuk mengajarkan nilai-nilai penting
kepada generasi muda. Dalam setiap sesi permainan yang kami adakan, kami selalu
berusaha menanamkan semangat kebersamaan, kejujuran, dan kerja sama. Kami juga
berupaya untuk melibatkan masyarakat seluas mungkin, baik melalui kegiatan
langsung di lapangan maupun melalui kampanye yang lebih luas di media sosial.
Semua ini dilakukan dengan harapan bahwa apa yang kami mulai di desa-desa kecil
ini bisa menjadi gerakan yang lebih besar di masa depan.
Namun,
di balik harapan besar ini, kami juga menyadari bahwa jalan menuju Abdidaya
tidaklah mudah. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari
keterbatasan waktu dan sumber daya, hingga menghadapi sikap apatis dari
sebagian masyarakat yang merasa dolanan anak sudah ketinggalan zaman. Meski
begitu, setiap tantangan ini justru semakin menguatkan tekad kami untuk terus
melangkah. Kami percaya bahwa setiap langkah kecil yang kami ambil akan membawa
kami lebih dekat ke tujuan, dan setiap upaya yang kami lakukan, sekecil apa pun itu adalah bagian dari
proses panjang untuk menjaga warisan budaya tetap hidup.
Penghargaan Abdidaya, jika berhasil kami raih, akan menjadi bukti bahwa upaya kami tidak sia-sia. Ini akan menjadi motivasi bagi kami untuk terus melanjutkan program ini dengan lebih semangat dan dedikasi. Lebih dari itu, kami berharap bahwa dengan tembusnya program ini ke Abdidaya, akan semakin banyak orang yang terinspirasi untuk melakukan hal serupa di berbagai tempat lain. Kami ingin dolanan anak kembali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari anak-anak di Indonesia, menjadi alat yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik dan memperkuat ikatan sosial.
Pada akhirnya, harapan kami untuk bisa tembus Abdidaya bukanlah semata-mata demi prestasi, tetapi demi sebuah tujuan yang lebih besar. Melestarikan budaya dan menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi penerus. Kami ingin apa yang kami lakukan ini menjadi sebuah langkah kecil menuju perubahan yang lebih besar. Dengan pengakuan dari Abdidaya, kami berharap bahwa perjuangan melestarikan dolanan anak tidak hanya menjadi cerita di masa lalu, tetapi menjadi bagian penting dari masa depan yang lebih baik.
- s e l e s a i -
Juni - Oktober 2024
Desa Wirokerten, Banguntapa, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
0 Komentar